Wednesday, September 16, 2009

The Friendly Jesus

Konfusius, Gautama Buddha dan Lao Tzu akur-akur saja meskipun masing-masing figur besar ini mendirikan agama yang berlainan satu sama lain dan datang dari tempat yang berbeda dan aktif di waktu yang tidak sama. Gambar di samping kiri ini sangat menyenangkan mata dan hati saya karena ketiga tokoh besar Asia ini ditampilkan dengan sangat harmonis dan serasi satu sama lain. Di benua Asia terutama, Konfusianisme, Buddhisme dan Taoisme dipandang sebagai tiga agama dengan satu dharma, satu ajaran, satu kebenaran, satu hukum, satu logika, dan ketiga soko guru tiga agama ini dipandang sebagai tiga serangkai, tritunggal. Sungguh, benua Asia telah melahirkan tiga agama dari tiga figur besar ini, yang satu sama lain bersikap akomodatif, rekonsiliatif, bersahabat, bersaudara, dan integratif. Sungguh berbeda halnya dengan kekristenan yang pada awalnya sebenarnya lahir di suatu kawasan yang dinamakan Timur Tengah, yang dapat dikata lebih dekat ke Asia ketimbang ke Eropa, secara geografis maupun secara sosio-kultural.

Di dalam suatu dunia Yunani-Romawi kuno kekristenan perdana harus bersaing dengan banyak agama lain yang masing-masing memiliki “jago” yang dideifikasi, diilahikan dan disembah. Kekristenan perdana tidak mau kalah bersaing, dan Yesus Kristus pun diilahikan, ditempatkan paralel dengan sang Kaisar Roma yang dijadikan allah negara Roma, atau paling tidak paralel dengan banyak dewa-dewi Yunani-Romawi yang memiliki hubungan hierarkis satu sama lain dalam suatu panteon.


Dalam konteks religius di dunia kuno yang plural semacam ini, dan juga karena perlakukan politis yang tidak lembut terhadap kekristenan perdana baik dari kalangan penguasa Roma maupun dari kalangan Yahudi, umat Kristen perdana dipaksa untuk memandang diri mereka superior dibandingkan umat agama-agama lain, dan sang Kristus mereka pun ditinggikan oleh mereka dan diberi tempat tiada taranya, mengalahkan pesaing-pesaing manapun. Ini adalah suatu perlawanan ideologis kelompok tertindas demi survival mereka. Tetapi, ketika pada abad 4 M kekristenan diadopsi menjadi agama negara Roma oleh Kaisar Konstantinus Agung dan Kaisar Theodosius, dan mendapatkan kekuasaan politik yang besar, maka kekristenan ortodoks Konstantinian ini, yang semula diremehkan oleh para penganut agama Yahudi, berbalik memperlakukan orang Yahudi dan agama Yahudi dengan buruk dan menuduh mereka sebagai para “pembunuh Tuhan” (deicide) yang patut mendapatkan sekian pembalasan setimpal.

Kekristenan Barat Konstantinian oleh sejarah memang dibentuk menjadi suatu kekristenan yang tidak bisa bersahabat dengan agama-agama lain; Yesus Kristus oleh gereja waktu itu dipandang lebih superior dari semua figur suci lain bahkan dilukiskan sebagai Sang Pantokrator dan sang Viktor yang menaklukkan dunia dan kerajaan-kerajaan dan menguasai semua pendiri agama lain yang dikenal pada masa kejayaan Imperium Romanum. Fondasi ideologis dasariah eksklusivisme dan superiorisme religio-politis kekristenan Barat yang semacam ini memang dibentuk antara lain oleh teks-teks anti-toleransi radikal dalam Perjanjian Baru seperti Filipi 2:9-11; Kisah Para Rasul (KPR) 4:12, dan Yohanes 14:6.

Apakah Yesus dari Nazaret memang berkepribadian seperti dilukiskan dalam teks-teks skriptural eksklusif dan anti-toleransi yang baru disebutkan itu?
Kalau kita menempatkan Yesus dari Nazaret sebagaimana seharusnya sebagai seorang tak terpelajar yang sebagian terbesar kehidupannya dihabiskan di kampung-kampung di Galilea, jelas Yesus bukan seorang kosmopolitan, warga dunia, yang sudah melakukan studi perbandingan agama-agama yang ada di seluruh dunia Yunani-Romawi pada zamannya. Yesus tidak pernah mengunjungi kota-kota metropolitan Yunani-Romawi seperti Sepphoris dan Tiberias di Galilea; apalagi merantau ke luar negeri, meninggalkan Palestina. Selain ke Kaisarea Filipi dan Sidon, paling jauh Yesus hanya sempat satu kali mengunjungi Yerusalem di Yudea, barangkali untuk menemui Yakobus si Adil, saudaranya, yang tinggal di situ. Jadi, sangat mustahil Yesus dari Nazaret mengkhotbahkan teks Yohanes 14:6 atau menyetujui teks KPR 4:12 atau teks Filipi 2:9-11. Teks-teks semacam ini adalah ciptaan kekristenan perdana dalam rangka polemik religio-politis lewat sarana sastra, bukan keluar dari mulut Yesus sendiri. Dekonstruksi terhadap teks-teks ini dapat dibaca dengan mengklik link ini.

Selain itu, sebagai seorang mukmin Yahudi mustahil Yesus mengambil-alih peran Allah YME, Allah Yahudi, atau menyamakan dirinya sendiri dengan Allah YME, Allah yang barangkali memang berhak pada diri-Nya sendiri mengucapkan kata-kata yang tertulis dalam teks-teks skriptural eksklusif dan anti-toleransi itu.


Tetapi, segalanya sudah kasep! Orang Kristen pada umumnya, para juru kampanye injil Kristen khususnya, selalu membenturkan dan mempertentangkan Yesus Kristus dengan tokoh-tokoh suci yang disembah umat-umat beragama lain. Yesus oleh mereka dibuat selalu tegang, nervous dan agresif! Selalu dalam posisi siaga tempur! Yesus oleh mereka tidak pernah dibuat santai dan relaks! Yesus oleh mereka selalu dijadikan sang hakim yang siap mengadili figur-figur suci dunia lainnya! Nah, dalam situasi yang buruk semacam ini, baiklah kita berpaling ke para seniman yang memiliki jiwa dan perasaan jauh lebih lembut ketimbang jiwa dan perasaan para pembela fanatis Yesus yang dipercaya dalam ortodoksi Kristen.

Pada gambar 2, kita lihat Yesus dan Gautama Buddha sedang duduk ngedeprok, bersahabat, dan santai berteduh di bawah sebatang pohon besar, mungkin di Kebun Raya Bogor, mungkin juga sedang asyik membicarakan UTS atau UAS yang akan mereka tempuh minggu depan di
universitas mereka masing-masing, atau bisa jadi sedang mendiskusikan terorisme di Indonesia. Pandanglah juga gambar 3 di atas, Buddha Gautama dengan cuping kuping yang panjang menjulur ke bawah dan model rambut yang khas, dan Yesus yang mengenakan ikat kepala dari anyaman duri tajam, sedang sama-sama memakai T-Shirt modern bertuliskan angka 2 dan serentak mengacungkan telunjuk dan jari tengah mereka masing-masing yang membentuk huruf V. Menurut Anda, apa yang mereka mau sampaikan dengan simbol V itu, angka 2, dan T-Shirt mereka? Apakah mereka sedang bahu-membahu mengampanyekan kemenangan kaum muda modern (bangsa Jepang) atau sedang berkampanye untuk suatu partai politik dengan nomor urut 2? Lihatlah juga gambar 4, Yesus Kristus sedang berjalan tenang di samping sahabatnya, Krishna, Dewa Teragung umat Hindu, bergandengan tangan, mungkin di atas permukaan air jernih bak cermin atau mungkin juga di suatu tanah lapang landai licin dan mengkilat di kawasan pegunungan.

Wahai, para pembela dan juru kampanye fanatis injil gereja, berpalinglah kepada para seniman untuk menemukan Yesus yang cinta damai dan bersahabat, a friendly Jesus, yang akur dengan tokoh-tokoh suci agung keagamaan dunia lainnya! Merekalah, para seniman itu, bukan Anda, yang merupakan sahabat-sahabat sejati Yesus.

Sources:
Figures
(1) http://www.geocities.com/johnaugus/tao-image2.html
(2) http://www.sinfest.net/archive_page.php?comicID=2413
(3) http://mattstone.blogs.com/christian/2009/08/jesus-buddha-manga-art.html
(4) http://spiritual-religious-yoga-wallpapers.blogspot.com/2006/07/om-aum-jesus-christ-krishna-free.html